Langsung ke konten utama

Kesenian Rabab Pasisia

                      
Jurnalismuda.com -- Salah satu unsur kebudayaan adalah kesenian. Minangkabau merupakan salah satu etnis di Indonesia yang bisa dikatakan paling kaya dengan kebudayaannya. Berbagai macam jenis dan bentuk  kesenian tradisional yang dimiliki oleh budaya Minangkabau. Salah satunya adalah rabab Pasisia. Di mana, nama kesenian rabab Pasisia ini diambil dari nama tempat kesenian ini hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakatnya, yaitu di daerah Kabupaten Pesisir Selatan.

Rabab Pasisia adalah suatu kesenian tradisional Minangkabau. Dalam kesenian rabab Pasisia alat musik yang digunakan adalah rabab. Rabab merupakan salah satu jenis alat musik yang dimainkan dengan cara digesek dengan menggunakan tongkat (penggosok) kepada senar yang dipasang pada bagian tubuh rabab.
Menelaah sejarah perkembangan rabab Pasisia. Sebenarnya, kesenian rabab Pasisia telah ada sejak lama dalam kehidupan masyarakat nenek moyang orang Pesisir Selatan sebelum masuknya bangsa Eropa ke Pesisir Selatan. Pada mulanya, musik rabab masuk ke Pesisir Selatan dibawa oleh para pedagang-pedagang Aceh yang datang ke Minangkabau untuk berdagang. Sambil berdagang, mereka juga menyebarkan dakwah Islam melalui kesenian rabab. Namun, semenjak masuknya bangsa Eropa ke Pesisir Selatan, yaitu Inggris, Belanda, dan Portugis. Kesenian rabab mendapat pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Pesisir Selatan. Nama musik rabab diganti dengan sebutan biola. Sehingga, sampai saat sekarang ini nama alat musik rabab lebih dikenal masyarakat dengan istilah babiola. 
Dahulunya, dalam adat masyarakat Pesisir Selatan. Pertujukan rabab Pasisia sangatlah disukai dan digemari oleh masyarakat. Biasanya, pertunjukan rabab Pasisia sering kali dijumpai dalam acara pesta adat, seperti, acara pernikahan, acara khitanan, dan acara batagak gala (penghulu) maupun acara-acara adat lainnya. 

Pertunjukan rabab Pasisia biasanya disajikan semalam suntuk. Waktu penyajian pun dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, dimulai pada pukul 20.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB. Lagu atau dendang yang sering dibawakan, biasanya bertema gembira, seperti, Raun Sabalik, dan dendang-dendang Ginyang. Sedangkan, pada tahap kedua, pertujukan rabab dimulai pada pukul 24.00 WIB hingga berakhir menjelang datangnya waktu subuh. Lagu atau dendang yang dibawakan adalah lagu-lagu Sikambang. Karena pada waktu inilah penyajian lagu-lagu Sikambang sangatlah cocok untuk dibawakan.  

Pada awalnya, pertunjukan rabab Pasisia hanya dimainkan oleh satu orang pemain laki-laki saja, yaitu sebagai tukang rabab dan sekaligus sebagai penyanyi atau tukang kaba. Karena pada masa dahulu memainkan kesenian rabab Pasisia hanya diperbolehkan bagi kaum laki-laki. Oleh karena itu, musik rabab Pasisia dimainkan oleh seorang laki-laki. Dalam memainkan musik rabab Pasisia, pemain rabab huruslah duduk bersila di atas kasur yang telah disediakan oleh si tuan rumah. Biasanya, kasur tersebut dilampisi dengan alas kasur atau kain panjang, serta diletakkan bantal di atas kasur tersebut. Kemudian, posisi rabab ditegakkan di atas kaki pemain rabab. Tangan kiri pemain rabab memegang tangkai rabab dan sekaligus memainkan senar rabab sambil untuk menentukan nada. Sedangkan, tangan kanan pemain rabab berfungsi untuk memainkan penggosok rabab (mengesek) pada senar tubuh rabab secara bolak-balik. Posisi pertunjukan biasanya diadakan di ruang terbuka. Hal ini dilakukan supaya penonton dapat menikmati pertunjukan rabab secara langsung.

Syair atau pantun yang dinyanyikan dalam pertunjukan rabab Pasisia biasanya bertema tentang suka-duka rumah tangga, kesusahan hidup, pesan pendidikan, pesan keagamaan, kesenian, dan pergaulan. Sedangkan, irama lagu yang sering dibawakan adalah lohari, palayaran, dendang panjang, hoyak ambacang, kuliliang dan lagu kaba, serta Si Gadih Ampai. Khususnya, lagu-lagu yang sering dibawakan dalam pertunjukan rabab Pasisia adalah lagu-lagu Sikambang. Menurut Udin (1993:14), ia mengemukakan bahwa lagu-lagu rabab Pasisia hanya terdiri dari empat kelompok. Pertama, Laila Ampalu Surantiah, Sikambang Data, Sikambang Lagan, Sikambang Aia Haji. Kedua, Jarek lakon. Ketiga, Parasaian, Parantauan, Kaluik, Tembak Selang, Malereang, Kabungo, Kaburuang. Keempat, Tabang Sabalah, Gadih Basanai, Bujang Jauah.

Dalam perkembangan kehidupan masyarakat yang sudah jauh lebih modern pada masa sekarang ini. Kalau kita perhatikan dari tahun ke tahunnya, bahwa kesenian rabab Pasisia ini telah mengalami perkembangan dan perubahan. Baik dari segi alat musiknya, para pemain, maupun lagu-lagu yang dinyanyikan dalam rabab Pasisia. Alat musik yang awalnya hanya satu saja yaitu rabab. Namun, dengan adanya tuntutan variasi dan selera masyarakat, maka alat musik rabab Pasisia dilakukan pengombinasian dengan alat musik lainnya, seperti gandang duo, gandang ciek, dan kercak (giriang-giriang), serta alat musik saluang. Begitu pun sebaliknya, pemain rabab Pasisia tidak hanya lagi dimainkan oleh seorang laki-laki. Tetapi, pertujukan rabab Pasisia juga diperbolehkan bagi seorang perempuan yaitu sebagai pendendang (penyanyi) dan memainkan kercak.

Banyaknya kesenian modern yang berkembang pada masa sekarang ini. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran pada kesenian rabab Pasisia yang takut kalah bersaing dengan kesenian-kesenian modern. Hal ini juga menimbulkan kerisauan akan kepunahan kesenian rabab Pasisia. Selain itu, dalam pewarisan kesenian rabab Pasisia di Minangkabau tidaklah berlangsung baik antara si pewaris dengan generasi-generasi berikutnya. Pemain rabab Pasisia adalah  rata-rata pria yang sudah berusia 50 tahun ke atas. Bila pewarisan ini tidak berlangsung lurus secara berkelanjutan. Tentu saja akan mendatangkan ambang kepunahan pada kesenian rabab Pasisia. Begitu pun, pada generasi muda sekarang ini yang lebih menyukai dan menikmati corak musik barat dari pada kesenian tradisonal.

Untuk itu, sebagai pemilik budaya kita tidak hanya tinggal diam. Kita perlu untuk melakukan tindakan perencanaan untuk menyelamatkanya. Supaya kesenian rabab Pasisia tetap dilestarikan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini bisa saja kita lakukan dengan menanamkan kembali rasa cinta dan rasa bangga dalam diri terhadap kesenian tradisonal rabab Pasisia. Kemudian, mencanangkan secara aktif untuk belajar budaya, khususnya belajar kesenian rabab Pasisia dan menjadikan kesenian rabab Pasisia sebagai ikon terpenting dalam kesenian Pesisir Selatan. Serta, adanya hubungan kerja sama yang baik antara pemerhati budaya dengan permerintahan daerah. Kebijakan-kebijakan pemerintah juga sangatlah diperlukan dalam mengembangkan dan melestarikan  kesenian rabab Pasisia.

Adanya kesadaran masyarakat dan kepeduliannya terhadap kesenian rabab Pasisia, serta kerja sama yang baik dalam masyarakat untuk selalu melestarikannya. Maka, kesenian rabab Pasisia ini akan terus hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.***

Catatan: Artikel ini telah dimuat di Singgalang Minggu, 13 September 2020.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...