Langsung ke konten utama

Opini Bahasa: Kesalahan Penulisan Gabungan Kata pada Media Sosial


Jurnalismuda.com -- Dalam ikrar Sumpah Pemuda bahwa Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang menjunjung tinggi bahasa persatuan. Artinya, pengguna bahasa Indonesia haruslah sesuai dengan kaidah kebahasaan. Penggunaan bahasa yang baik dan benar akan mencerminkan sikap positif yang menimbulkan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia. Sikap tersebut juga mendukung untuk mengembangkan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Menurut Arifin dalam Kurniasari (2018:527) bahasa indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah yang berlaku. 

Kenyataannya, pada masa saat ini, penggunaan bahasa Indonesia masih banyak terjadi kesalahan dalam penulisan seperti, pada media sosial. Salah satu bentuk kesalahan yang sering terjadi pada media sosial adalah kesalahan dalam penggunaan ejaan, yaitu pada penulisan gabungan kata. 

Gabungan kata merupakan suatu penggabungan antara satu kata dengan kata lain. Dalam penulisannya, gabungan kata haruslah mengikuti tata cara yang telah diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (BFOX.co.id). Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang diterbitkan Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia (2016:19-20), bahwa penulisan gabungan kata terdiri dari: 

Pertama, unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, temasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh kata majemuk yang ditulis terpisah seperti, orang tua; kamar mandi; meja tulis; mata acara; rumah sakit; dan duta besar.

Kedua, gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. Contoh: (1) anak-istri pejapabat, anak istri-pejabat. (2) ibu-bapak kami, ibu bapak-kami. (3) buku-sejarah baru, buku sejarah-baru.

Ketiga, gabungan kata yang penulisannya terpisah dapat ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran. Contoh: bertepuk tangan; sebar luaskan; garis bawahi; dan menganak sungai.

Keempat, gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai. Contoh: dilipagandakan; menyebarluaskan; pertanggungjawaban; penghancurleburan; dan menggarisbawihi

Kelima, gabungan kata yang sudah pada ditulis serangkai. Contoh: apalagi; kacamata; bumiputra; beasiswa; bagaimana; olaraga; peribahasa; hulubalang; dukacita; bilamana, segitiga; dan saputanga. 

Dalam penggunaan media sosial saat ini, penulisan gabungan kata yang sering salah kaprah digunakan oleh pengguna media sosial ialah seperti pada kata: dari pada; insya Allah; masya Allah; antar bangsa; maha kuasa; meski pun; walau pun; dan lain-lain. Penulisan yang benar dari kata tersebut adalah seharusnya ditulis dengan serangkai dan tidaklah dipisahkan penulisanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penulisan yang benarnya ialah daripada; masyaallah; insyaallah; antarbangsa; mahakuasa; maskipun; dan walaupun.

Adapun penulisan gabungan kata yang sudah benar, namun seringkali disalahkan oleh pengguna media sosial misalnya, pada kata: tanda tangan; di mana; sekalipun; manasuka; dan kasatmata. Tetapi, kata tersebut ditulis (ubah) oleh pengguna media sosial menjadi bentuk kata yang salah seperti, tandatangan; dimana; sekali pun; mana suka; dan kasat mata. 

Sadar atau tidak, ternyata banyak pengguna media sosial di kalangan tanah air yang tidak dapat mengerti dengan penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah dan standardisasi penulisannya, sehingga menyebabkan mereka tidak dapat membedakan mana penulisan yang benar dan mana penulisan yang salah. Hal itu disebabkan rendahnya pengetahuan mereka terhadap bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang salah akan dapat menimbulkan bahan cemooh dan ditertawakan orang nantinya, terutama bagi orang-orang yang memperhatikan bahasa. Mereka akan cenderung memperhatikan kesalahan-kesalahan dalam penggunaan bahasa. 

Jadi, dapat kita simpulkan kecerdasan dalam berbahasa sangatlah perlu untuk dipelajari oleh kaum terpelajar. Karena ilmu bahasa adalah modal utama yang dibawa dalam menulis. Agar tidak terjadi kesalahan dan keraguan dalam menulis, untuk itu kita disarankan untuk selalu berpedoman kepada sumber yang telah diberlakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yaitu berpedoman kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).***


Catatan: Opini bahasa ini telah dimuat di Scientia.id, 04 Oktober 2020.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...