Langsung ke konten utama

Pentingnya Menerapkan Ilmu Kebahasaan dalam Puisi


Jurnalismuda.com -- Puisi adalah suatu karya sastra yang menggambarkan suatu pemikiran, perasaan, dan peristiwa yang dibentuk secara imajinatif, emosional, dan struktur gaya bahasa, serta irama yang khas.

Waluyo  (2020:25) juga berpendapat bahwa puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkosentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Untuk menciptakan sebuah puisi yang indah, tentu saja seseorang diajak untuk berpikir secara kreatif, baik dalam menentukan tema, judul, gaya bahasa, maupun pemilihan diksi yang tepat untuk digunakan.

Di samping itu, puisi akan lebih indah jika diterapkan ilmu kebahasaan secara matang. Namun, kesalahan yang sering terjadi ketika dalam menulis puisi ialah seorang penyair lebih mengutamakan dan  mementingkan gaya bahasanya sendiri, tanpa ada memperhatikan kaidah penulisannya, seperti yang terjadi dalam antologi puisi Gadis Dusun Asri (Guepedia, 2020)Ada lima judul puisi yang saya baca terjadi kesalahan dalam pengunaan ejaan yang tidak benar, diantaranya adalah Puisi Mentari; Puisi Indahnya Bintang; Puisi Kursi Bisul; Puisi Ramadan Harapan; dan Puisi Senja.

Pertama, puisi yang berjudul “Mentari”. /Sinar melesit ke Bumi// Namun tak bisa dingin sebelum Mentari merindu angin//. Pada larik kedua ini, kata Bumi yaitu terjadi kesalahan penggunaan huruf kapital yang tidak benar. Seharusnya, kata Bumi tidak ditulis dengan menggunakan huruf kapital di awal kata tersebut, tetepi harus ditulis dengan menggunakan huruf kecil.

Begitu pun juga pada larik terakhir puisi “Mentari” ini, yaitu pada kata Mentari yang seharusnya juga ditulis menggunakan huruf kecil di awal kata tersebut. Salah satu kaidah penulisan haruf kapital yang dapat ditulis menggunakan huruf kapital di awal kata, seperti yang ditulis pada unsur nama orang atau nama georafi, misalnya Dewi Sartika, Padang.

Puisi kedua yang berjudul “Indahya Bintang”. Kesalahan yang ditemukan masih saja terdapat pada penggunaan huruf kapital. Kesalahan tersebut dapat dilihat pada larik. Pertama, kesalahan terdapat pada larik keempat /Kepada Bintang yang selalu menyinari malam//. Kedua, yaitu pada larik kelima /Kuhitung semua Bintang di langit menawan//. Ketiga, kesalahan juga terdapat pada larik ketujuh /Kuheran sampai kapanku menghitung Bintang//. Keempat, terdapat pada larik kesebelas /Kuberharap agar Bintang milikku sorang//.

Kesalahan yang mendasar pada puisi ini ialah huruf pertama pada kata selalu ditulis dengan menggunakan huruf kapital. Hal tersebut terjadi pada kata Bintang. Padahal penulisan yang benar dari kata tersebut ialah ditulis dengan menggunakan huruf kecil di awal kata tersebut dan bukan menggunakan huruf kapital.

Selanjutnya, puisi ketiga yang berjudul “Kursi Bisul”, juga ditemukan kesalahan pada penggunaan kata depan di, kata ganti ku, dan penggunaan huruf kapital yang tidak benar. Berdasarkan kaidah penulisan bahasa Indonesia, kata depan di memiliki dua kaidah penulisan, yaitu ada yang ditulis dengan serangkai dan ada pula yang ditulis tidak serangkai.

Kata depan di yang ditulis serangkai, seperti dimasak, dicuci, dan dibaca. Semua verba (kata kerja) yang ada dalam bahasa Indonesia maka ditulis serangkai dengan kata depan di sedangkan kata depan di yang tidak ditulis serangkai, apabila ia merujuk pada kata nomina atau keterangan tempat, misalnya di rumah, di pasar, dan di kelas. Pada larik ketujuh puisi /Tak tahan lama duduk dikursi pimpinan// bahwa kata dikursi dalam puisi tersebut ditulis dengan serangkai. Seharusnya, kata tersebut tidak ditulis serangkai karena kata kursi merupakan bentuk kata nomina.

Jadi, berdasarkan kaidah penulisannya maka kata tersebut tidak ditulis serangkai (harus dipisahkan)Kemudian, pada larik kelima puisi /Apakah pantas kursi untuk ku injak?// terjadinya kesalahan penggunaan kata ganti ku yang tidak benar. Berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), penulisan kata ganti ku, juga mempunyai dua kaidah penulisan. Pertama, kata ganti ku ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kedua, kata ganti ku ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Dalam larik puisi tersebut bahwa kata ganti ku hanya ditulis berdiri sendiri. Hal itu tidaklah diperbolehkan dalam kaidah penulisan bahasa Indonesia. Untuk membenarkan penulisan tersebut maka kata ganti ku harus ditulis serangkai dengan kata mendahuluinyaSelanjutnya, penulisan haruf kapital yang tidak benar juga terjadi pada larik kelima /Bagaimana caranya memimpin Negara//. Kata Negara yang terdapat pada larik puisi tersebut bahwa ditulis dengan menggunakan huruf kapital. Seharusnya, penulisan yang benar ditulis dengan menggunakan huruf kecil di awal katanya.

Pada puisi keempat yang berjudul “Ramadan Harapan”. /Menjadi harapan ntuk semua umat muslim se-Dunia//. Kesalahan tersebut ialah penulisan kata yang tidak baku dan penulisan huruf kapital yang tidak tepat. Kesalahan tersebut terdapat pada kata ntuk, yang merupakan bentuk tidak baku dari kata untuk. Kemudian, kesalahan juga terjadi pada kata se-Dunia, yang seharusnya ditulis dengan menggunakan huruf kecil dan bukan ditulis menggunakan huruf kapital pada kata dunia. Pada larik kesebelas puisi ini, juga terjadi kesalahan dalam penulisan kata depan di yang tidak benar. Hal tersebut terdapat pada kata di ampuni, yang seharusnya penulisan digabungkan (tidak dipisah) karena kata di ampuni merupakan bentuk kata verba (kerja).

Setelah puisi keempat, kemudian dilanjutkan pada puisi kelima yang berjudul “Puisi Senja”. Kesalahan tersebut hanya ditemukan pada larik ketujuh /Membuat bidadari syurga terpana akan kecantikan senja//. Lebih jelasnya, kesalahan tersebut terdapat pada kata syurga. Kata syurga merupakan bentuk tidak baku dari kata surga. Jadi, penulisan kata yang benar dari larik tersebut ialah surga, bukan syurga.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang ditemukan terjadi pada empat kaidah penulisan: Pertama, penggunaan huruf kapital yang tidak benar. Kedua, kesalahan penulisan kata ganti ku. Ketiga, kesalahan penulisan kata depan di; danKeempat, penggunaan kata yang tidak baku. Kurangnya ketelitian penulis dalam menulis puisi-puisinya. Bisa saja kesalahan ini akan menimbulkan dampak buruk bagi para pembaca, terutama bagi penulis sendiri. Oleh karena itu, penting sekali kita untuk menerapkan dan merealisasikan ilmu-ilmu kebahasaan dalam menulis puisi agar kesalahan dalam menulis puisi dapat dihindari. Selain itu, juga menciptakan nilai positif pada puisi. Hal itu tidak hanya kita lakukan dalam menulis puisi saja. Dalam menulis apa pun, kita juga harus memperhatikan kaidah dan standardisasi penulisan yang benar.***

Keterangan: Artikel ini telah dimuat di Scientia.id, Minggu, 22 November 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...