Langsung ke konten utama

Pergeseran Peran Mamak di Minangkabau Terhadap Kemenakan Perempuan pada Masa Sekarang


Jurnalismuda.com -- Minangkabau adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia. Di samping itu, Minangkabau juga merupakan satu-satunya suku bangsa di Indonesia yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, artinya garis keturunan ditarik berdasarkan garis keturunan ibu. Jika dibandingkan dengan suku-suku yang ada di Indonesia bahwa suku Minangkabau dapat dikatakan suku yang terbilang unik.

Seperti kita ketahui, Minangkabau adalah salah satu nagari yang tersistem dan terpola dengan adat istiadatnya. Hal itu tampak jelas dengan adanya konsep pemetaan peran seseorang yang tersusun rapi dalam masyarakatnya, seperti halnya pada seorang mamak. Secara umum, mamak adalah saudara laki-laki dari ibu, kakak atau adiknya. Sedangkan, menurut Amir Syafrudin (2006: 181) mamak adalah “paman” yang merupakan saudara laki-laki dari ibu. Sementara itu, Graves (2007:14) juga mengatakan mamak mempunyai kedudukan yang sejajar dengan ibu karena beliau saudara kandung. Namun, dalam sistem kekerabatan matrilineal pada dasarnya seorang mamak lebih diberikan kedudukan dan kewajiban yang lebih berat daripada seorang ibu (bundo kanduang). 

Mengutip dari penjelasan jurnal Marisa Anjela dan Drs. H. M Razif (hlm. 2) yang mengatakan bahwa dalam adat istiadat Minangkabau adapun peran mamak secara normatif, yaitu: 1) mamak berperan dalam mendidik, membimbing dalam hal pewarisan peran, mengawasi pendidikan, serta tempat bertanya apapun termasuk pendidikan kemenakan; 2) peranan mamak dalam bidang harta pusaka adalah memelihara, mengawasi pemanfaatan, mengembangkan harta pusaka, dan mempertahankan supaya harta adat tetap berfungsi sesuai dengan ketentuan adat; 3) selain dalam mengembangkan harta pusaka, mamak juga mempunyai peran dalam meningkatkan kesejahteraan kaumnya; 4) peran mamak dalam perkawinan kemenakan adalah mencari jodoh bagi kemenakan perempuan, penanggung jawab terhadap kesepakatan pernikahan sepenuhnya. Jika mamak kekurangan biaya, maka harta pusaka yang dimiliki oleh kaumnya boleh digadaikan untuk keberlangsungan pernikahan anak kemenakannya. (Amir 200: 165).

Salah satu yang menjadi peran mamak di atas dalam adat Minangkabau adalah sebagai tanggang jawab dalam mencarikan jodoh untuk anak kemenakan perempuan. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rangkuto (1978: 6) yang mengatakan mamak adalah laki-laki yang bertanggung jawab terhadap anak kemenakannya, baik itu kemenakan laki-laki maupun kemenakan perempuan dari pihak ibu.

Dahulu, mamak di Minangkabau mempunyai peranan yang sangat kuat dalam menentukan jodoh untuk anak kemenakannya, terutama untuk kemenakan perempuan. Seorang anak perempuan tidak mempunyai hak untuk menentukan pilihannya sendiri, tanpa ada persetujuan dari mamak. Begitu pun juga dengan orang tua dari anak kemenakan yang tidak mempunyai wewenang dalam menentukan calon suami untuk anaknya (menantu). Semua itu diatur oleh mamak. Anak dan orang tua hanya tinggal menunggu pilihan dari mamak. Jika disuruh menikah dengan laki-laki pilihan mamak, maka mau tidak mau anak dan orang tua harus menyetujuinya. Biasanya mamak tidak akan memilih laki-laki yang sembarang sebagai calon suami untuk anak kemenakannya (menantu). Namun, adapun kriteria yang diperhatikan oleh mamak ketika mencarikan jodoh untuk anak kemenakan perempuannya, yaitu 1) karena agamanya, 2) hartanya, 3) nasabnya (keturunan), 4) dan ketampanannya. 

Kalau kita perhatikan pada masa kehidupan sekarang ini, peran mamak di Minangkabau sudah jauh berbeda dengan kehidupan pada masa dahulu. Sebagai mana J. V Maretin mengatakan dalam penelitiannya bahwa lambat laun sistem sosial masyarakat Minangkabau akan beransur-ansur pudar, di mana sistem adat istiadat Minangkabau sekarang sudah mulai tidak dijalankan lagi oleh masyarakatnya. Hal  tersebut dapat kita lihat dari kedudukan mamak pada masa sekarang ini, secara evolusif telah mengalami perubahan. Mamak, kini jarang sekali memperhatikan anak kemenakan, sehingga anak kemenakan tidak mendapatkan perhatian khusus dari mamaknya. Oleh karena itu, tak salah pada masa sekarang ini peranan dan tanggung jawab mamak tersebut diambil alih sepenuhnya oleh urang sumando. Apalagi hubungan suami istri sudah semakin rapat dan kehidupan keluarga samande yang sudah tergantung dengan harta pencarian suami (sumando). Mamak mulai melepaskan tanggung jawabnya terhadap saudara perempuan dan anak kemenakannya. Begitu pun juga dalam menentukan jodoh anak kemenakan perempuan, yang juga diambil alih sepenuhnya oleh sumando dan saudara perempuan. Mereka cenderung lebih tahu menentukan pilihan jodoh yang cocok untuk anaknya (menantu). 

Dalam budaya yang sudah modern saat ini, bisa dikatakan tidak ada lagi anak perempuan di Minangkabau yang mau dijodohkan begitu saja oleh mamak ataupun dijodohkan oleh orangtuanya. Mereka sudah bisa menentukan pilihannya sendiri berdasakan apa yang diinginkan. Bahkan dapat dikatakan pada masa sekarang seorang mamak ataupun orang tua tidak ada lagi mempunyai hak atau wewenang dalam menentukan pilihan jodoh anaknya. Mamak dan orang tua hanya bisa menyetujui (merestui) keinginan anaknya, jika anak telah menemukan pasangan yang cocok untuk menikah. 

Jadi, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran mamak di Minangkabau pada masa sekarang ini tidak lagi sesuai dengan peran dan kewajiban adat istiadat yang berlaku semestinya. Peran mamak tersebut telah mengalami perubahan yang menyimpang dalam adat istiadat di Minangkabau. Untuk itu, perlu meluruskan kembali peran mamak yang telah bergeser tersebut. Agar kembali sesuai dengan sistem adat di Minangkabau, khususnya peran mamak dalam membimbing anak kemenakan, seperti yang telah tertuang dalam fatwa adat berikut:

Anak dipangku kemenakan 

dibimbiang

Anak dipangku jo pancarian

Kamanakan dibimbiang jo

pusako

Yaitu mamak mempunyai kewajiban sebagai pemimpin dalam keluarga, serta sebagai tanggung jawab dalam membimbing saudara-saudara perempuan dan anak kemenakan. Baik itu dalam urusan adat, harta warisan, maupun dalam mengurus perkawinan anak kemenakan.** 

Catatan: Artikel ini telah dimuat di Scientia.id, Minggu, 27 Desember 2020.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...