
Jurnalismuda.com -- Pernikahan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Sebagaimana Rasulullah saw. menyebutkan bahwa tujuan pernikahan ialah untuk menyempurnahkan separuh agama. Tak hanya itu, dalam hadis pun juga banyak yang menjelaskan tentang pernikahan. Salah satu yang menjadi faktor alasan orang untuk menikah adalah ingin mendapatkan keturunan.
Anak adalah anugerah dan amanah terbesar yang diberikan oleh Allah Swt. di dalam sebuah perkawinan, karena anak merupakan penerus hidup, penerus keturunan, serta penerus harta warisan nantinya. Selain itu, mempunyai anak menjadi suatu kebanggaan dalam berumah tangga. Akan tetapi, tidak semua orang dari perkawinan itu yang dapat melahirkan si buah hati. Mengingat keinginan yang begitu besar untuk mendapat si buah hati, maka berbagai cara yang dilakukan orang untuk mendapatkannya. Salah satu tindakan yang dilakukan ialah dengan mengangkat anak.
Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi. Secara etimologi adopsi berasal dari kata adoptie (bahasa Belanda), sedangkan adoption/adopt (bahasa Inggris), yang berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak. Sementara itu, dalam bahasa Arab disebut juga dengan tabbani, yang berarti memberikan status yang sama seorang anak angkat sebagai layaknya anak kandung sendiri.
Secara terminologi, beberapa ahli merumuskan pengertian adopsi tersebut, di antaranya ialah Hilman Hadikusuma yang merupakan seorang pakar hukum adat. Hilman sendiri mendefinisikan bahwa anak angkat itu adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, hal ini dikarenakan untuk kelangsungan keturunan dan permeliharaan warisan kekayaan rumah tangga.
Menurut Prof. Soerjono Soekanto, adopsi berarti mengangkat anak untuk dijadikan anak sendiri yang seolah-olah didasarkan pada faktor hubungan darah. Sementara itu, Prof. Wirjono Prodjodikoro juga mendefinisikan hal tersebut. Ia menyebutkan bahwa adopsi adalah mengambil anak yang bukan keturunan dari suami-istri tersebut, namun dengan tujuan untuk dipelihara dan diperlakukan seperti keturunan sendiri.
Dalam masyarakat Minangkabau, perihal pengangkatan anak (adopsi) adalah menjadi salah satu kajian yang menarik untuk dibicarakan karena pada dasarnya dalam adat Minangkabau sendiri tidak mengenal adanya lembaga pengangkatan anak. Sebagaimana pernyataan ini telah diuraikan juga oleh Ir. Edison dan Nasrun Dt. Marajo Sunggut dalam bukunya yang berjudul Tambo Minangkabau: Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau (hlm. 330), Soerjono Soekanto menegaskan dalam buku tersebut bahwa adopsi tidak dikenal di kalangan orang Minangkabau. Tetapi, dalam suku Minangkabau hanya mengenal pengakatan orang luar untuk menjadi anggota kaum, hal ini dikarena sistem yang dianut oleh masyarakat Minangkabau yang mengikuti garis keturunan ibu (matrilineal). Oleh karena itu, yang ada hanyalah sistem manapek (mengangkat mamak) dari luar, di mana sesorang atau keluarga dari garis keturunan ibu menundukkan diri secara sukarela kepada satu kesukauan (menjadi anggota kaum), setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Kalau kita perhatikan dalam perkembangan masyarakat Minangkabau saat ini, lembaga pengangkatan anak kini menjadi salah satu suatu tatanan terpenting dalam adat Minangkabau. Hal itu dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri, yang masih cukup banyak melakukan atau mengajukan permohonan pengangkatan anak melalui pengadilan negeri. Berbagai macam motif atau alasan yang dilakukan orang untuk mengangkat anak, baik itu sebagai pemancing untuk mendapatkan keturunan darah sendiri, pelanjut keturunan, diangkat karena kasih sayang, atau dikarenakan adanya alasan-alasan tertentu. Artinya, lembaga pengangkatan anak tersebut tidak lagi hanya semata-mata karena keturunan saja, tetapi beragam dari itu.
Menurut Ir. Edison dan Nasrun Dt. Marajo Sungut dalam bukunya yang berjudul Tambo Minangkabau: Budaya dan Hukum adat di Minangkabau (hlm. 332), adapun beberapa alasan kenapa seseorang atau keluarga melakukan pengakatan anak (adopsi): 1) karena tidak mempunyai anak; 2) karena belas kasihan kepada anak tersebut disebabkan orang tua si anak tidak mampu memberikan nafkah anaknya; 3) karena belas kasihan karena anak tersebut sudah menjadi yatim piatu; 4) karena hanya mempunyai anak laki-laki, maka diangkat seorang anak perempuan sebagai anak asuh, atau sebaliknya; 5) sebagai pemancing untuk mendapatkan anak kandung; 6) untuk menambah tenaga dalam keluarga; 7) untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi anak tersebut; 8) karena keyakinan; 9) untuk menyambung keturanan yang tidak mungkin beranak lagi; 10) karena adanya hubungan keluarga, maka diminta untuk mengasuh atau mendidiknya; 11) untuk membantu di hari tua nanti; 12) karena melihat si anak tidak terurus; 13) untuk memperkuat tali kekeluargaan.
Secara umum, hal yang perlu disadari dalam pengangkatan anak adalah untuk menjamin kebahagian si anak, baik kebahagian lahiliah maupun kebahagian batiniahnya, agar si anak mendapatkan kehidupan yang lebih baik pada masa depannya, dan bukan untuk melengkapi susunan dalam berkeluarga.
Di samping anak angkat ada juga yang disebut dengan anak asuh. Biasanya anak asuh ini ada yang tinggal dengan mengikuti orang tua asuhnya dan ada juga yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun segala kebutuhan dan pendidikan si anak tersebut biasanya ditanggung oleh orang tua asuh. Akan tetapi, berdasakan hubungan hukum antara si anak dengan orang tua asuh tidak ada, sehingga dalam pewarisan harta si anak asuh tidak mendapatkan bagian, kecuali bila orang tua asuh mewasiatkan warisan tersebut kepada anak asuhnya.
Sebenarnya, persoalan tentang pengangkatan anak ini telah dijelaskan juga dalam hukum Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Ahzab ayat (4) dan (5) yang artinya:
“Dan Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandung sendiri. Yang demikian itu hanya perkataanmu di mulut saja, dan Allah mengatakan yang sebenarnya, dan Dia menunjukan jalan yang benar. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama-nama bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui nama-nama bapak mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf terhadapnya, tatapi ada dosa yang kamu sengaja di hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat di atas dapat dijelaskan bahwa mengangkat anak orang lain sebagai anak kandung adalah sesuatu yang sangat dilarang oleh Allah Swt, tetapi jika mengangkat anak hanya karena memenuhi kebutuhan hidup si anak seperti keperluan dan pendidikannya, maka tidaklah dilarang, malah sangat diajurkan dalam kehidupan beragama Islam.
Lalu, bagaimana dengan hukum adat di Minangkabau? Apakah pengangkatan anak itu diperbolehkan? Seperti yang telah dijelaskan pada uruaian di atas bahwa di Minangkabau sendiri tidak mengenal adanya lembaga pengangkatan anak.
Hal yang perlu kita ketahui bahwa hukum adat di Minangkabau tidak jauh bedanya, jika dibandingkan dengan hukum Islam. Hampir di semua tatanan dalam adat Minangkabau itu lebih mendasar pada hukum Islam. Begitupun juga mengenai persoalan anak angkat di dalam adat Minangkabau. Sebanarnya, hal tersebut boleh saja dilakukan karena tidak ada larangan melakukan pengangkatan anak tersebut. Dalam hukum adat Minangkabau keberadaan anak angkat tidak akan merubah posisi apapun terhadap kewarisan adat. Anak yang diangkat atau anak yang asuh tetap mempunyai hubungan seperti semula dengan orang tua kandungnya, mewarisi harta orang tua kandungnya, namun tidak mewarisi harta orang tua angkatnya. Tetapi, anak angkat atau anak asuh tetap menjadi tanggung sepenuhnya oleh orang tua yang mengangkat.
Demikianlah penjelasan tentang pengangkatan anak di Minangkabau. Semoga penjelasan ini bermanfaat dan mencerahkan bagi pembaca, terutama bagi masyarakat Minangkabau.(*)
Artikel ini sudah dimuat di koran Singgalang (2020)
_________________
Biodata Penulis
Yori Leo Saputra adalah pria kelahiran 03 Agustus 1999, di Pale Koto VIII Hilir, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Penulis antologi puisi Tangis di Rantau bersama David Dutu. Blogger: jurnalismuda03.blogspot.com dan WhatApps:085265782680.
Komentar
Posting Komentar