Langsung ke konten utama

Citraan, Majas, dan Retoris


A. Citraan 

Citraan adalah penggunaan kata-kata atau ungkapan dalam karya sastra yang memiliki fungsi penting untuk membangkitkan respons sensorik penikmat karya sastra (Nurgiyantoro, 2015: 410). Citraan merupakan kumpulan citra, the collection of images, yang dipergunakan untuk menuliskan objek dan kualitas tanggapan indera  yang dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara harfiah maupun kias (Abrams dalam Nurgiyantoro dan Kenny dalam Nurgiyantoro, 2015). Baldic (dalam Nurgiyantoro, 2015) mendefinisikan citraan sebagai suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu membangkitkan kesan yang konkret terhadap suatu objek, pemandangan, aksi, tindakan, atau pernyataan yang dapat membedakannya dengan pernyataan atau ekspositori yang abstrak dan biasanya ada kaitannya dengan simbolisme. 

Nurgiyantoro (2015) membagi citraan atas: 1) citraan penglihatan (visual), 2) pendengaran (audiotoris), 3) gerak (kinestetik), 4) rabaan (taktil termal), dan 5) penciuman (olfaktori).

▪︎ Citraan penglihatan (visual)

Citraan penglihatan (visual) adalah citraan yang menampilkan kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas seperti apa yang dapat dilihat oleh pembaca (Waluyo, 2005: 10). 

▪︎ Citraan pendengaran (audiotoris)

Citraan pendengaran (audiotoris) adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara (Pradopo, 2000: 82). 

▪︎ Citraan gerak (kinestetik) 

Citraan gerak (kinestetik) adalah citraan yang menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak menjadi bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya sehingga membuat hidup dan gambaran menjadi dinamis (Pradopo, 2000: 87).

▪︎ Citraan perabaan (taktil termal) 

Citraan perabaan (taktil termal) adalah ungkapan penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaannya (Waluyo, 2005: 11). 

▪︎ Citraan penciuman (olfaktori)

Citraan penciuman (olfaktori) adalh penggambaran dengan menggunakan indera penciuman. Citraan ini merupakan hasil dengan menyebut dan menguraikan sumber atau kualitas bau (Altenbernd dalam pradopo, 2000). 


B. Majas

Majas dapat dimanfaatkan oleh para pembaca atau penulis untuk menjelaskan gagasan mereka (Tarigan, 1985). Pemajasan adalah metode penggunaan bahasa yang lebih condong pada penggunaan bahasa yang bermakna tersirat (Nurgiyantoro, 2015: 399). Nurgiyantoro (2015) mengatakan bahwa pemajasan terdiri atas: 1) majas perbandingan yang terdiri atas simile, metafora, dan personifikasi; 2) majas pengontrasan yang terdiri atas majas paradoks, parabola, litotes, ironi, dan sarkasme; dan 3) majas pertautan yang terdiri atas metonimi dan sinekdoke. 

1. Majas Perbandingan 

Majas perbandingan adalah majas yang membandingkan sesuatu dengan suatu yang lain melalui melalui ciri-ciri kesamaan antara keduanya, misalnya yang berupa ciri fisik, sifat, sikap, keadaan, suasana, tingkah laku, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2015: 400). Bentuk perbandingan tersebut dilihat dari sifat kelangsungan pembandingan persamaannya  dapat di bedakan menjadi:

▪︎ Simile

Simile merujuk pada adanya perbandingan yang langsung dan eksplisit (Nurgiyantoro, 2015: 400). Majas simile lazimnya mempergunakan kata-kata tugas tertentu yang berfungsi sebagai penanda keeksplisitan pembandingan seperti kata-kata seperti, bagaikan, bagai, sebagai, laksana, mirip, dan sebagainya. 

▪︎ Metafora 

Majas metafora merupakan gaya perbandingan yang bersifat tidak langsung dan implisit (Nurgiyantoro, 2015: 400). Sesuatu yang disebut pertama adalah yang dibandingkan dan yang disebut kedua adalah pembanding. 

▪︎ Personifikasi

Personifikasi merupakan permajasan yang memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat-sifat kemanusiaan (Nurgiyantoro, 2015: 401). Sifat yang diberikan adalah sifat yang hanya dimiliki oleh manusia. 


2. Majas Pengontrasan atau Pertentangan

Majas pengontrasan atau pertentangan adalah bentuk majas yang menunjuk pada makna yang berkebalikan dengan yang disebut secara harfiah (Nurgiyantoro, 2015: 402). 

▪︎ Majas Hiperbola

Majas hiperbola dipakai jika seseorang bermaksud melebihkan sesuatu yang dimaksudkan dibandingkan makna yang sebenarnya dengan maksud untuk menekankan penuturannya (Nurgiyantoro, 2015: 403). Makna yang ditekankan atau dilebih-lebihkan itu sering menjadi tidak masuk akal. 

▪︎ Majas Paradoks

Majas paradoks adalah majas yang cara penekanan penuturannya sengaja menampilkan unsur pertentangan di dalamnya (Nurgiyantoro, 2015: 403).

▪︎ Majas Litotes

Majas litotes dimaksudkan untuk mengecilkan fakta yang sesungguhnya ada (Nurgiyantoro, 2015: 403). Biasanya digunakan untuk merendahkan diri.

▪︎ Majas Ironi

Majas ironi merupakan suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. 

▪︎ Sarkasme

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi. Sarkasme merupakan suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. 


3. Majas Pertautan

Majas pertautan adalah majas yang di dalamnya terdapat unsur pertautan, pertalian, penggantian, atau hubungan yang dekat antara makna yang sebenarnya dimaksudkan dan apa yang secara konkret dikatakan oleh pembicara (Nurgiyantoro, 2015: 404). 

▪︎ Majas Metonimi

Majas metonimi merupakan sebuah gaya yang menunjukkan adanya pertautan atau pertalian yang dekat (Nurgiyantoro, 2015: 404). 

▪︎ Majas Sinekdoke

Majas sinekdoke merupakan majas yang juga tergolong gaya pertautan yang di dalamnya terdapat dua kategoro yang berkebalikan, yaitu: 1) pars pro toto, yaitu pernyataan yang menyebut sebagian untuk menyatakan keseluruhan; dan 2) totum pro parte, yaitu pernyataan yang menyebut keseluruhan umtuk sebagian. 


C. Retoris

Keraf (2005) membagi retoris sebagi berikut.

▪︎ Aliterasi 

Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi dan prosa, untuk perhiasan atau penekanan. Misalnya: 

Takut titik lalu tumpah

Keras-keras kerak kena air lembut juga

▪︎ Asonasi 

Asonasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan vokal yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi, kadang dalam prosa untuk memperoleh efek penenkanan atau sekadar keindahan. Misalnya: 

Ini muka penuh luka siapa punya

Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tidak tahu

▪︎ Anastrof 

Anastrof merupakan semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. 

Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya. 

Bersorak-sorak orang di tepi jalan memukul bermacam-macam 

bunyi-bunyian melalui gerbang dihiasi bunga dan panji berkibar

▪︎ Apofasi 

Afofasi merupakan gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampak menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tertapi sebenarnya ia menekan hal itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkan. Misalnya: 

Jika saya tidak menyadari reputasimu dalam kejujuran, maka sebenarnya 

saya ingin mengatakan bahwa Anda pasti membiarkan anda menipu diri 

sendiri.

Saya tidak mau  mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah

menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

▪︎ Apostrof 

Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh orotor klasik. Dalam pidato yang disampaikan kepada suatu massa, sang orator secara tiba-tiba mengarahkan pembicaraanya langsung kepada sesuatu yang tidak hadir. Misalnya:

Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah 

kami dari belenggu penindasan ini.

Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air tercinta

ini berilah agar kami dapat mengeyam keadilan dan kemerdekaan seperti

yang pernah kamu perjuangkan.

▪︎ Asindeton 

Asindeton adalah sesuatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk ini biasanya dipisahkan saja dengan tanda koma. Misalnya: 

Materi pengalaman diaduk-aduk, modus eksistensi dari cogorito ergo sum

dicoba, medium bahasa dieksploitir, imaji-imaji, metode, prosedur 

dijungkir balik, masih itu-itu juga.

Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan 

orang melepaskan nyawa.

▪︎ Polisindeton 

Poisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.  Misalnya:

Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak 

menyerah pada gelap dan dingin yang bakat merontokkan bulu-bulunya?

▪︎ Kiamus 

Kiamus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lain. Misalnya:

Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk

melanjutkan usaha itu.

▪︎ Elipsi 

Elipsi adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Misalnya:

Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa

badanmu sehat; tetapi psikis

▪︎ Eufemisme 

Eufemisme adalah semcam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. 

Ayahnya sudah tak ada di tenggah-tengah mereka (=mati).

Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (=gila).

Anak saudara memang tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran seperti

anak-anak lainnya (=bodoh).

▪︎ Litotes 

Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dnyatakan kurang dari kedaan sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.

Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.

Saya tidak akan merasa bahagia bila mendapat warisan satu milyar rupiah. 

Apa yang kami hadiahkan ini sebenarnya tidak ada artinya sama sekali 

bagimu.

Rumah yang buruk inilah yang merupakan hasil usaha kami bertahun-tahun 

lamanya.

▪︎ Historen Proteron

Historen proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa. Juga disebut hiperbaton.

Saudara-saudara, sudah lama terbukti bahwa Anda sekalian tidak lebih 

Baik sedikit pun dari para pesuruh, hal itu tempak dari anggapan yang 

berkembang akhir-akhir ini.

Jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat berteduh 

Dengan tenang.

Kerela malaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya. 

Bila ia sudah berhasil mendaki karang terjal itu, sampailah ia di tepi pantai 

yang luas dengan pasirnya yang putih.

▪︎ Pleonasme dan Tautologi

Pada dasarnya adalah acuan yang mempergunakan kata-kata yang lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebalikya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebih itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Misalnya: 

Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri. 

Darah yang merah itu melumuri seluruh dirinya.

Ungkapan di atas adalah pleonasme karena semua acuan itu tetap dengan makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata: dengan telinga saya, dengan mata kepala saya, dan yang merah itu.

Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat

      Globe itu bundar bentuknya.

Acuan di atas disebut tautologi karena kata berlebighan itu sebenarnya mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya, yaitu malam sudah tercakup dalam jam 20.00, dan bundar sudah tercakup globe.

▪︎ Perifrasis

Perifrasif adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan lebih banyak dari yang dipergunakan. Perbedaan terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berkelebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya: 

Ia telah beristirahat dengan damai (=mati, atau meninggal).

Jawaban bagi permintaan Saudara adalah tidak (=ditolak).

▪︎ Prolepsi atau Antisipasi

Prolepsis adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya: 

Almarhum Pardi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tidak mengenal 

orang itu.

Kedua orang itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat 

itu.

Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan biru.

▪︎ Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis dalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Contoh: 

Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki 

pula imbalan jasa. Herankah Saudara kalau harga-harga itu terlalu tinggi?

Apakah saya menjadi wali kakak saya?

Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di

negara ini.

▪︎ Silepsis dan Zeugma 

Silepsis adalah gaya di mana orang mempergunakan dua kontruksi ratapan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebanarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Misalnya: 

Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.

Fungsi dan sikap bahasa. 

Kontruksi yang lengkap adalah kehilangan topi dan kehilangan semangat, yang satu memiliki makna denotasional, yang lain memiliki makna kiasan; demikian juga kontruksi fungsi bahasa dan sikap bahasa namun makna gramatikalnya berbeda, yang satu berarti ‘fungsi dari bahasa’ dan yang lain “sikap terhadap bahasa”.

Zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya (baik secara logis maupun gramatikal). misalnya: 

Dengan membelalakkan mata dan telinganya, ia mengusir orang itu. 

Ia menundukkan kepala dan badannya memberi hormat kepada

kami.

▪︎ Koreksio atau Epanortosis

Hiperbola adalah suatu gaya yang berwujud, semula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Misalnya:

Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali

▪︎ Hiperbol

Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesarkan-besarkan sesuatu. Misalnya:

Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.

Jika kau terlambat sedikit saja, pasti kau tidak akan diterima lagi.

Prajurit itu masih tetap berjuang dan sama sekali tidak tahu bahwa ia sudah 

mati.

▪︎ Paradoks 

Paradoks adalah semacam gaya  bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Misalnya: 

Musuh sering merupakan kawan yang akrab.

Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-limpah.

▪︎ Oksimoran 

Oksimoran adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Kemudian oksimoran adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan  kata-kata berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks. Misalnya: 

Keramah-tamahan yang bengis 

Untuk menjadi manis seorang harus menjadi kasar.

Itu sudah menjadi rasia umum.

Dengan membisu seribu kata, mereka sebenarnya berteriak-teriak agar

diperlakukan dengan adil.


Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 

Yunati, Mella, Mukhlis, dan Rostina Taib. Januari 2018. “Analisis Bentuk-Bentuk Penyiasatan Struktur dalam Puisi-Puisi Publikasi Harian Serambi Indonesia 2016”. Vol. 12 (1). Dalam Jurnal Bahasa dan Sastra. Melalui http://e-repository.unsyiah.ac.id/JLB/article/view/12161. Diakses pada 28 Maret 2021. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...