A. Masyarakat Bahasa
Defenisi awal masyarakat bahasa ditemukan oleh Leonard Bloomfield (1933) yang menulis masyarakat bahasa sebagai “Sekelompok orang yang menggunakan sistem tanda-tanda ujaran yang sama adalah masyarakat bahasa”. Defenisi ini mencerminkan keyakinan bahwa masyarakat bahasa berarti monolingual berbeda dalam suatu bangsa, negara dan memiliki satu bahasa yang sama. Defenisi ini berfokus pada analisis dan deskripsi fitur linguitik, semantik dan percakapan yang diidentifikasikan oleh otoritas bahasa sebagai milik kelompok tertentu (Morgan, 2014).
Defenisi masyarakat bahasa menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
1. Bolomfiel (dalam Aslinda dan Leni Syafyahya) mendefenisikan masyrakat bahasa adalah sekelompok manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang sama.
2. Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara (Corder dikutip Aslinda dan Syafyahya, 2007: 8).
3. Fishman (1976: 28) menyebut masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal suatu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya.
4. Labov (1972: 185) mengatakan masyarakat bahasa adalah satu kelompok orang yang mempunyai norma yang sama mengenai bahasa, dianggap terlalu luas dan terbuka
5. Masyarakat bahasa adalah sekelompok manusia yang terbentuk melalui interaksi bahasa yang teratur dan sering dengan bantuan persedian tanda-tanda bahasa yang dimiliki bersama dan yang dipisahkan dari kelompok lain karena perbedaan dalam bahasa (Gumpertz, 1968: 14).
6. Rokman (2011: 7) masyarakat bahasa adalah masyarakat tidak hanya berdasarkan pada perkembangan bahasa, tetapi berdasarkan sejarah , budaya dan politik. Pada tahap abstraksi yang cukup tinggi dtempatkan ciri-ciri kelompok yang memiliki kesamaan, agama, usia, kelompok etnis, dan di bidang linguistik terutama kesamaan bahasa atau variasi bahasa.
7. Chair dan Agustina (2010: 36) masyarakat tutur sebagai suatu kelompok orang atau masyarakat yang memiliki verbal repetoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakain bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu. Maka dapat dikatan bahwa sekelompok orang itu atau masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur. Selain itu untuk dapat dikatakan suatu masyarakat tutur adalah perlu adanya perasaan di antara penuuturnya bahwa mereka menggunakan tutur yang sama.
8. Chaer (2010: 38) dilihat dari sempit dan luar verbal repertoirnya, dapat dibedakan dua macam masyarakat tutur, yaitu:
(a) Masyarakat tutur yang repertoir pemakaiannya lebih luas, dan menunjukan verbal repertoir setiap penutur lebih luar.
(b) Masyarakat tutur yang sebagian anggotanya mempunyai pengalaman sehari-hari dan inspirasi hidup yang sama dan menunjukan pemilikan wilayah linguistik yang lebih sempit, termasuk juga perbedaan variasinya.
B. Verbal Repertoir
Chaer (2010: 35) verbal reportoir atau reportoir bahasa adalah semua bahasa berserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau sikuasai seorang penutur. Vebal reportoir sebenarnya ada dua macam yaitu yang dimiliki setiap penutur penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan.
Verbal repertoir milik secara individual yaitu mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai oleh seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya.
Verbal repertoir milik masyarakat ialah mengacu pada keseluruhan alat-alat verbal yang ada di dalam masyarakat suatu masyarakat, berserta dengan norma-norma untuk memilih variasi yang sesuai dengan konteks sosialnya.
Kajian yang mempelajari penggunaan bahasa sebagai sistem interaksi verbal di antara penuturnya di dalam masyarakat disebut sosiolinguistik interaksional atau sosiolinguistik mikro, sedangkan kajian mengenai penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan adanya ciri-ciri linguistik di dalam masyarakat disebut sosiolinguistik korelasional atau sosiolinguistik makro (Apple, 1972: 22). Mikro dan makro mempunyai hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling bergantung. Maksudnya, verbal repertoir setiap penutur ditentukan oleh masyarakat di mana dia berada, sedangkan verbal repertoir suatu masyarakat tutur terjadi dari himpunan verbal repertoir semua penutur di dalam masyrakat itu.
3. Faktor Sosial, Situasional, dan Variasi Bahasa
Ragam bahasa adalah perubahan atau perbedaan yang dimanifestasikan dalam ujaran seseorang atau penutur-penutur masyarakat (Ohoiwutu, dalam waridah, 2015: 85). Ragam bahasa disebabkan oleh faktor-faktor tentu, yaitu:
1. Faktor Sosial
Faktor sosial disebabkan penyebaran masyarakat tutur yang heterogen dan keragaman interaksi. Faktor-faktor sosial tersebut, yaitu:
a. Usia
Labov (dalam kurniawati, 2009: 2) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara usia terhadap penggunaan bahasa. Semangkin tinggi usia penutur, maka semakin banyak kata yang dikuasainya.
b. Jenis Kelamin
Ragam bahasa dibedakan menjadi dua yaitu ragam bahasa lelaki dan perempuan. Biasanya wanita tertarik masalah sosial. Sedangkan, pria lebih menyukai hal-hal yang berbau kognitif dan mendapat fakta. Perbedaan itu terdapat pada pembicaaraan, pemilihan kata, dan suasana.
c. Status Sosial
Satatus sosial berkaitan dengan status penutur di dalam masyarakat. Berhubungan dengan tingkat-tingkat sosial masyarakat penuturnya.
d. Pekerjaan
Perbedaan pekerjaan, jabatan ataupun tugas para penutur dapat menyebabkan variasi bahasa. Perbedaan bahasa mereka terutama karena lingkungan tugas mereka dan apa yang mereka kerjakan. Terutama tampak pada bidang kosakata yang mereka gunakan.
e. Pendidikan
Pendidikan juga dapat menimbulkan variasi bahasa. Penutur yang memperoleh pendidikan tinggi akan berbeda bahasanya dengn penutur yang berpendidikan rendah. Hal itu tampak pada penggunaan kosakatanya, pelafalan, morfologi, dan sintaksi.
2. Faktor Situasional
Faktor Situasional dibagi menjadi dua bagian yaitu: penutur dan kegunaanya.
3. Variasi Bahasa
Chaer (2010: 62) variasi atau ragam bahasa itu ada dua pandangan, yaitu:
a. Variasi atau ragam bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andai kata penutur itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial maupun lapngan pekerjaan, maka variasi atau keragaman itu tidak akan ada, artinya bahasa itu menjadi seragam.
b. Variasi atau ragam itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Kedua pandanagn ini dapat saja diterima atau pun ditolak. Yang jelas, variasi atau ragam bahsa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaan sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial.
Hatman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan kriteria: (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, (3) pokok pembicaraan. Preston dan Shuy (1979) membagi variasi bahasa khusus untuk bahasa Inggris Amerika berdasarkan (a) penutur, (b) interaksi, (3) kode, (4) realisasi. Halliday (1970, 1990) membedakan variasi bahasa berdasarkan (a) pemakai yang disebut dialek, (b) pemakai yang disebut register. Sedangkan, Mc. David (1969) membagi variasi bahasa berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi sosial, dan (5) dimensi temporal
Referensi:
Chair, Abdul, Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Atika Puspasari. 2008. "Masyarakat Bahasa." Jurnal Ilmiah Bina Bahasa. 11(1): 13-14
Komentar
Posting Komentar