“Nak, tolong antarkan ibu ke pasar ya.”
“Iya bu, tunggu dulu. Sebentar.”
Sebenarnya badanku sangatlah terasa letih dan capek. Karena aku merasa tak tega melihat ibu yang selalu memanggilku di depan pintu kamar, aku siap-siap dulu.
“Tunggu, ya, Bu. Aku mandi dulu.”
“Iya, cepat ya, Nak.”
Setelah aku selesai mandi dan mau mengantarkan ibu ke pasar, tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing. Wajah ibu lalu berubah kelihatan kusam dan marah padaku. Setiap ibu minta tolong padaku, ada saja hal yang terjadi padaku. Kali ini kepalaku benar-benar terasa pusing. Namun, ibu mengira aku bohong kepadanya.
“Mau apa nggak ngantarin ibu ke pasar!”
“Iya, Bu, tapi tiba-tiba kepalaku pusing, Bu.”
“Tadi malam kamu tidur pukul berapa?.”
“Pukul tiga, Bu.”
“Tu makanya, lain kali tidur itu jangan terlarut malam. Tak baik untuk kesehatanmu!”
“ Iya, Bu.”
Aku terdiam duduk di kursi. Kemudian, ibu mengambilkan obat dan segelas air putih ke dapur. Setelah aku minum obat, kepalaku masih saja terasa pusing. Mungkin saja obat yang kuminum belum bereaksi di tubuh. Karena kepalaku masih terasa pusing, aku tak bisa mengantarkan ibu ke pasar. Ibu pun meminta ayah untuk mengantarkan ke pasar.
Setelah dua jam aku menunggu ayah dan ibu di rumah, ayah dan ibu pulang dari pasar. Aku melihat ayah membawa tiga ekor ayam yang masih kecil. Satu jantan dan dua betina, lalu aku mengampiri ayah.
“Ayah, ini ayam siapa?”
“Itu ayam yang ayah beli tadi di pasar. Taruh ayam di belakang. Masukkan ke dalam kandang.”
Ketiga ayam kecil itu kelihatannya sangat jinak sekali, padahal pertama kali aku memegangnya. Aku dari kecil sudah hobi beternak ayam, sedangkan ayah dan ibu tidak terlalu suka beternak ayam. Awalnya aku tidak mau merawat ketiga ayam itu karena aku takut terulang lagi dengan ternakku yang sebelumnya mati karena sakit. Ayahku menyuruh lebih baik ayam itu digoreng saja, namun aku tidak mau dan menolaknya. Aku lebih memilih untuk merawat ayam itu.
Hari dan bulan pun terus berganti. Setiap hari aku merawat dan memberi makan ayam itu. Setiap makanannya habis, aku selalu membelikanya. Setiap pagi sebelum aku mandi dan sebelum berangkat ke sekolah, aku selalu memandikan ayam jantan itu dan aku selalu menjemurnya di bawah pohon mangga yang berada di depan rumahku. Sementara itu, kedua ayam betina itu hanya kuberi makan setiap hari di dalam kandang. Aku tidak terlalu suka merawat ayam betina dan lebih suka merawat ayam jantan. Setelah aku pulang sekolah, aku selulu memberi makanan. Jika hari mulai sore, aku selalu memandikan ayam jantan itu dan menjemurnya di depan rumah. Begitulah setiap hari aku merawat ayam itu.
Si Jago adalah ayam jantan yang kuberi nama. Dia merupakan ayam jantan satu-satunya dari dua ayam betina itu. Setelah ayam itu dewasa, Si Jago mempunyai tiga bulu warna yang menarik yaitu merah, putih, dan hitam. Dia mempunyai bulu yang cukup bagus karena setiap hari aku selalu memandikan dan menjemurnya di depan rumah. Sesuai dengan nama yang kuberi, yaitu Si Jago yang merupakan ayam jantan yang kuat dan tangguh dalam bertarung, serta mempunyai badan yang kekar. Si Jago mempunyai bulu badan yang tebal sehingga bentuk kekekaran badannya sangat terlihat tebal. Si Jago juga mempunyai bentuk postur tubuh yang tinggi dan mempunyai bulu ekor yang panjang yang bewarna hitam dan putih.
Keesokan harinya aku terlambat bangun pagi karena ketiduran. Jadi, pagi itu aku terburuh-buruh untuk mandi dan tidak sempat untuk memandikan Si Jago dan memberi makan Si Jago dan kedua ayam betina itu karena 20 menit lagi aku mau masuk kelas. Padahal, sekolah lumayan cukup jauh dari rumahku. Karena tidak sempat memberi makan Si Jago, aku menyuruh ayah untuk memberi makan Si Jago dan kedua ayam betina itu. Ayah malah melepaskan kedua ayam betina itu dari kandangnya dan hanya memberi makan Si Jago yang berada di dalam kandang.
Kedua ayam itu kelihatan bergembira. Mereka melompat ke sana-ke sini dan mengembangkan kepak-kepak sayapnya. Kakinya mencakar-cakar tanah dan memakan apa yang ada di tanah.
Setelah itu, ayah membiarkan ayam betina itu mencari makan dan tinggal Si Jago yang berada di dalam kandang. Tanpa disadari, kedua ayam betina itu mencari makan di dekat sumur. Satu ekor dari ayam betina itu meloncat ke kolongan sumur tanpa sepengetahuan ayah. Ayah tidak mengetahui ayam itu masuk ke dalam sumur.
Setelah aku pulang sekolah seperti biasanya, aku selalu memberi makan Si Jago dan dua ayam betina itu. Tapi, saat aku melihat ke kandang ayam betina itu, aku tidak melihat kedua ayam betina itu. Hanya Si Jago yang kulihat berada di samping kadang ayam betina itu. Aku memanggil-manggil ayam betina itu, “ kurreee”. Setiap kali aku memanggilnya, yang datang hanya sekumpulan ayam tetangga rumahku. Aku selalu memperhatikan kedua ayam betina itu, namun setiap ayam yang datang padaku, aku tidak melihat kedua ayam betina itu.
Tiba-tiba entah kenapa perasaanku tidak enak saja. Sejak dari tadi aku memanggil ayam betina, namun ayam betina itu tidak kelihatan juga. Aku berteriak memanggil-manggil ayah dari belakang rumah, seperti orang yang butuh pertolongan.
“Ayahh… Yah… Yah!...”
Ayah bergagas ke belakang rumah dan mengampiriku.
“Kenapa kumu berteriak-teriak memanggil ayah!”
“Ayah? Ayam betinaku mana? Tadi pagi aku minta ayah untuk ngasih makan Si Jago dan kedua ayam betina itu. Sekarang coba ayah lihat kandang ayam betina itu. Kosong!”
“Iya, maaf. Tadi pagi ayah cuma ngasih makan Si Jago dan ayah melepaskan kedua ayam betina. Tadi pagi ayah lihat ayam betina itu cuma di sini saja kok! Coba kamu lihat di sekitar rumah. Siapa tahu dia main di situ.”
Aku mencari kedua ayam betina itu di sekeliling rumah, namun aku tidak menemukannya. Tiba-tiba ibuku berteriak di sumur memanggil namaku. Aku mengampiri ibu di sumur. Ayam betina itu berada di dekat sumur. Aku hanya melihat satu ekor ayam betina, aku tidak melihat satu ekornya lagi. Ayam betina itu kelihatannya panik sekali, seperti orang yang kehilangan teman. Lehernya menjulang tegak dan berlari entah ke mana seperti kebingungan. Aku menangkap ayam betina itu dan memasukkannya ke dalam kandang.
Tanpa memperhatikan sumur itu, aku terus mencari satu ekor lagi ayam betina. Di saat ibu mengambil air di sumur, ibu melihat ayam berbulu hitam yang sudah mengapung di dalam sumur. Tiba-tiba ibu berteriak lagi memanggilku. Aku mengampiri ibu di sumur.
“Ada apa, Bu, berteriak-teriak memanggilku?.”
“Bukan itu ayam kamu?”
Ibu menunjuk ke dalam sumur. Aku langsung menengok ke dalam sumur.
“Gak tahu juga sih, Bu.”
Aku mengambil ember yang berukuran besar untuk mengambil ayam yang telah mengapung di dalam sumur. Ayam itu sangat pucat dan mata tertutup. Ayam itu adalah ayam betinaku yang telah mati yang mengapung di dalam sumur. Tidak ada satu pun yang mengetahuinya masuk ke dalam sumur. Ibu menyuruhku membuang ayam itu ke kali yang berada di belakang rumahku. Aku malah menguburkan ayam itu.
Ayamku hanya tinggal dua ekor. Satu jantan, yaitu Si Jago dan satu betina. Malam hari aku mendengar ayam betina itu menghambur keluar dari kandangnya. Mungkin saja karena tidak ada lagi yang menemaninya.
Setiap pagi Si Jago selalu berkokok. Suara kokoknya lumayan kuat sehingga setiap hari kedengaran dari kamarku. Seperti biasa, setiap pagi aku selalu memandikan Si Jago dan menjemurkannya di depan rumah. Saat itu, aku tidak lagi menjemur Si Jago menggunakan songkoknya. Aku hanya membiarkan Si Jago berjemur di depan halaman rumah.
Setelah aku meletakkan Si Jago di depan rumah, aku tidak lagi memperhatikan Si Jago dan membiarkan Si Jago sendirian. Tanpa aku ketahui, Si Jago keluar dari pekarangan halaman rumah dan menyeberang jalan. Saat Si Jago hendak menyeberang jalan, Si Jago ditabrak motor dan sebelah kakinya patah. Akibat tabrakan yang cukup kencang, tetangga yang berada di depan rumahku berteriak memanggilku. Aku pun bergegas keluar dari rumah untuk melihat Si Jago dan mengambilnya. Aku membawa Si Jago ke belakang rumah. Kaki kiri Si Jago sangat gemulai dan tidak bisa ia gunakan sama sekali.
Walaupun kaki kiri Si Jago tidak dapat berfungsi lagi. Namun, aku selalu setia untuk merawat. Si Jago satu-satunya hewan kesayanganku. Setiap hari aku selalu merawat kaki Si Jago agar bisa pulih kembali. Keesokan harinya, penyakit Si Jago bertambah parah. Biasanya setiap pagi Si Jago selalu berkokok. Sekarang suara Si Jago tidak terdengar lagi. Setiap aku memberi makan Si Jago, ia tidak memakannya. Biasanya setiap aku kasih makan, ia berhamburan di dalam kandang karena tidak sabar untuk makan. Sekarang Si Jago hanya terdiam dan menundukkan kepalanya. Badan Si Jago semakin hari semakin kurus. Sudah beberapa obat yang aku kasih untuk kesembuhan Si Jago, namun ia tidak juga pulih. Buluh-buluh Si Jago tiba-tiba menjadi rontok.
Entah bagaimana caranya lagi aku merawat Si Jago. Setiap hari aku merawatnya, namun tidak ada perubahan sedikit pun untuk kesembuhan kaki Si Jago. Keadaannya malah semakin memburuk.
Sore itu aku pergi ke rumah temanku. Aku mengurung Si Jago di dalam kandangnya. Tiba-tiba ibu meneleponku. Padahal, aku baru sampai di rumah temanku. Aku mengangkatnya.
“Halo, Bu. Ada apa, Bu?”
“Kamu di mana sekarang? Nih ayam jantanmu sudah tergelentang di dalam kandang.”
“ Iya, Bu. Aku pulang sekarang?
Aku terburu-buru untuk pulang tanpa berpamitan. Temanku merasa heran. Padahal, aku baru sampai. Setiba di rumah, aku tergesah-gesah ke belakang untuk melihat Si Jago yang berada di dalam kandang. Rupanya Si Jago tidak bernyawa lagi. Ia tergelentang di dalam kandangnya. Aku menguburkan Si Jago di belakang rumah yang tak jauh dari kandangnya itu.
Malam itu aku terus membayangi Si Jago karena aku belum ikhlas untuk kehilangan Si Jago. Namun, Tuhan berkehendak lain. Si Jago sangatlah berarti dalam hidupku. Si Jago tidak hanya sekadar hewan kesayanganku, tetapi merupakan teman yang selalu menemani hari-hariku.
Keesokan paginya, aku hendak mau mandi. Aku merasa kasihan melihat seekor ayam betina itu yang dikurung sendirian dalam kandang. Karena aku merasa kasihan, aku melepaskan dan membiarkan ayam betina itu bermain dan mencari makan sendiri. Sejak itu, aku tidak lagi mengurung ayam betina itu dan selalu melepaskannya.*
____________
Penulis
Yori Leo Saputra lahir di Pale Koto VIII Hilir, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ia suka menulis dan membaca buku.
Komentar
Posting Komentar