Langsung ke konten utama

3 Kebohongan yang Diperbolehkan dalam Islam

Ilustrasi: Yori Leo Saputra

Manusia sering kali melakukan kebohongan. Padahal, bohong adalah hal yang sangat dilarang dalam Islam. Nabi Ibrahim a.s. pernah melakukan kebohongan sebanyak tiga kali dalam hidupnya, sedangkan kebohongan yang kita lakukan sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, baik yang keluar dari lisan, perbuatan, maupun dari aktivitas apa pun yang kita lakukan.

Lantas, bolehkah berbohong? Ternyata tidak semua kebohongan dilarang dalam Islam. Ada beberapa keadaan atau kasuistik atau momentum, sesorang dapat melakukan kebohongan.

1. Berbohong saat Bertikai

Misalnya, di sebuah kelompok remaja ada yang bertikai atau bertengkar dengan temannya. Ternyata ada temannya yang dalam keadaan bahaya. Temannya yang lain mengejarnya dan ingin membunuhnya. Dia memintak bantuan kepada kita untuk menyelamatkannya. Lalu, kita bantu dan kita sembunyikan dia dari aksi kejahatan temannya itu.

Dalam perkara ini, kita boleh berbohong karena kita menyelamatkan nyawa seseorang atau melerai terjadinya pertikaian.

2. Berbohong dalam Perperangan

Misal, ketika terjadi konflik atau perperangan karena perebutan kekuasaan, perebutan wilayah, atau saling membelah antargolongan maka berbohong dalam perang menjadi sebuah taktik dan itu diperbolehkan. Namun, berbohong tidak diperbolehkan dalam keadaan lain.

3. Berbohong kepada Pasangan

Berbohong kepada pasangan merupakan hal yang kadang sering terjadi dalam rumah tangga, baik suami kepada istri maupun istri kepada suami. Kebohongan yang diperbolehkan adalah kebohongan yang dapat memberikan manfaat dan tidak menimbulkan kerugian atau kerusakkan dalam pernikahan.

Hal ini pernah terjadi ketika Rasulullah saw. dibuatkan makanan oleh Sayyidah Tuna Aisyah r.a. Beliau merasa bahwa makanan yang dibuatkan oleh Aisyah sangat asin. Lalu, Beliau menyindir makanan Aisyah itu dengan bahasa yang halus agar tidak melukai hati Aisyah.

“Ya Aisyah, ternyata makanan yang kau buatkan untukku mengalahkan air laut yang ada di lautan,” kata Rasul sambil tersenyum.

Dalam situasi ini, kita dapat berbohong dengan menggunakan bahasa sindiran yang halus agar tali silaturahmi tidak terputus antara suami istri dalam berumah tangga.

Contoh lain terlihat ketika Rasulullah saw. berbohong kepada seorang nenek-nenek. Beliau mengatakan bahwa tidak ada nantinya nenek-nenek di surga, lalu nenek itu menangis. Namun, kebohongan yang dilakukan oleh Rasulullah menjadi kenyataan. Apabila kita masuk surga, kita akan dikembalikan ke wujud muda.

Jadi, bila berbohong itu perlu, ada baiknya kita mendapatkan untung. Akan tetapi, seseorang tidak boleh berbohong dengan sengaja, apalagi jika hal itu menimbulkan masalah sebab dalam hadis disebutkan bahwa kebohongan mengarahkan kepada kerusakan dan kerusakan mengarahkan kepada neraka. Naudzulbillah sumana udzubillahiminzalik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...