Langsung ke konten utama

Pantangan Penghulu di Minangkabau

Ilustrasi: Yori Leo Saputra

Dalam adat Minangkabau seorang “penghulu” diibaratkan laksana “kayu rindang di tangah koto — ureknyo tampek baselo — batangnyo tempek basanda — dahannyo tampek bagantuang — daunyo perak asuaso — bungonyo ambiak kasuntiang — buahnyo buliah dimakan; tampek bataduah katiko hujan — tampek balinduang katiko paneh”. Kemudian, ada juga pepatah yang mengatakan bahwa “penghulu” adalah “pai tampek batanyo — pulang tampek barito — manyalasaikan nan kusuik — manjaniahkan nan karuah”. Secara bahasa, kata penghulu berasal dari dua kata, yaitu kata peng dan hulu. Kata peng mengandung arti pemegang dan bersifat kebendaan, sedangkan hulu adalah tangkai atau pangkal. Jadi, dapat diartikan bahwa penghulu adalah orang yang memimpin adat atau sebagai kepala adat.

Menurut Edison dan Dt. Sungut dalam Tambo Minangkabau Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau, penghulu adalah orang pemegang hulu, atau pangkal dari segala-galanya. Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa seorang penghulu ialah sebagai pemegang kekuasaan, sebagai pemimpin yang harus menjadi contoh dan panutan yang baik dalam keluarga, kaum, dan negeri. Selain pemegang kekuasaan, penghulu juga menjadi sumber perdamaian, kesejahteraan, dan pelopor dalam segala pembangunan.

1. Salah satu sifat rasul yang dimiliki oleh penghulu adalah siddiq dan tabligh. Siddiq berarti jujur atau berkata benar, sedangkan tabligh adalah menyampaikan. Kedua sifat ini wajib dimiliki oleh penghulu. Seorang penghulu tidak boleh lari dari kebenaran (jauh dari tindakan yang benar) dan tidak pelit terhadap ilmu pengetahuan yang dimiliki.

2. Marah adalah pantangan bagi penghulu. Khusunya, dalam kerapatan seorang penghulu tidak boleh memerahkan muka dan berkata kasar kepada pendengar, apalagi sampai menyinggung perasaan pendengar.

3. Penghulu pantang merubah lahir dan batin, mengandung dendam dan kesumat, menggunting dalam lipatan, dan tidak malu menahan jerat di muka pintu.Penghulu tidak boleh menghardik, melainkan harus bersikap lembut dan tenang, serta manis dalam bertegur-sapa.

4. Penghulu pantang memakai cabul, pantang mengganggu istri orang, dan tidak berpikiran kotor.

5. Penghulu tidak boleh menyinsingkan lengan baju, karena dianggap tidak sopan. 6. Penghulu harus senantiasa berpakaian sopan, karena penghulu adalah contoh teladan yang baik bagi anak kemenakan dalam adat.

7. Penghulu tidak boleh berdusta (omong besar), tidak sombong, dan tidak tekabur dalam hati.

8. Berlari, menjunjung, dan memanjat merupakan pantangan bagi penghulu, tujuannya untuk menjaga marwah dan kehormatan penghulu.

Nah, itulah beberapa pantangan yang harus dimiliki oleh penghulu. Tentunya patangan ini merupakan hal penting yang harus diketahui bagi masyarakat Minangkabau, terutama bagi penghulu. Semoga tulisan ini bermanfaat dan mencerahkan.

Tulisan ini sudah dimuat di Marewai.com Silakan lihat juga di sini https://marewai.com/pantangan-penghulu-di-minangkabau-yori-leo-saputra/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...