Langsung ke konten utama

3 Tanda Kebahagiaan Sejati Menurut Islam

Ilustrasi: Oneinchpunch

SETIAP manusia pasti mendambakan kehidupan yang bahagia, penuh dengan ketenangan, penuh dengan kebaikan, dan ingin bahagia di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana disebutkan pada doa Sapu Jagad “Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.”

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, ada tiga tanda seseorang dikatakan bahagia atau mendapatkan kebahagiaan. Pertama, kebahagiaan itu bisa didapatkan ketika kita bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. Bersyukur artinya berterima kasih kepada Allah Swt. atas semua anugrah-Nya.

Imam Al-Ghazali menyebutkan ada tiga cara bersyukur, yaitu syukur dengan hati, syukur dengan lisan, dan syukur dengan perbuatan. Syukur dengan hati adalah meyakini bahwa semua yang kita miliki merupakan pemberian Allah Swt. Kalau kita paham dan yakin  semua karunia itu datangnya dari Allah Swt. maka tidak akan ada waktu untuk kita mengeluh, gelisah, bahkan kufur dengan apa yang Allah berikan. Dalam hati kita, ada kesyukuran yang besar dan kesyukuran yang banyak karena kita paham semua datangnya dari Allah Swt.

Jika kita dititipkan banyak nikmat dalam kehidupan oleh Allah Swt. biasakan mengucapkan alhamdulillah (segala puji bagi Allah) dan itu adalah bentuk syukur dengan lisan.

Sementara itu, syukur dengan amal perbuatan dapat dilakukan dengan menggunakan segala nikmat yang Allah berikan untuk hal-hal yang disukai dan dicintai oleh Allah Swt. Orang yang bersyukur akan diberikan keberkahan oleh Allah Swt. Sebagaimana Allah Swt. berfirman “Dan (ingatlah juga), tatkala tuhanmu memaklumkan; sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan manambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim 14: 7).

Jika kita ingin bahagia, kebahagiaan itu bisa kita raih ketika kita punya hati yang bersyukur, punya lisan yang bersyukur, dan punya amal perbuatan yang bersyukur. Jangan biasakan menunggu bahagia baru bersyukur, tetapi bersyukurlah maka kamu akan bahagia. Sesungguhnya kebahagiaan bukanlah dicari, melainkan kebahagian itu diciptakan. Dengan bersyukur maka kita akan bahagia.

Kedua, tanda hidup bahagia adalah bersabar dalam mengahadapi ujian. Orang yang sabar adalah orang yang mendapatkan pahala besar dari Allah Swt.

Sabar diartikan sebagai menahan diri dan mengendalikan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang dibenci oleh Allah Swt. Pada dasarnya, sabar dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dalam meninggalkan maksiat, dan sabar dalam menghadapi musibah.

Sabar dalam ketaatan ialah melakukan perintah Allah dan menaati semua apa yang Allah perintahkan kepada kita, sedangkan sabar dalam meninggalkan maksiat adalah meninggalkan apa yang Allah haramkan dan apa  yang Allah larang dalam kehidupan kita. Sementara itu, sabar dalam menghadapi musibah adalah percaya bahwa Allah yang menitipkan musibah kepada kita. Sesungguhnya ada pesan cinta yang Allah titipkan kepada kita. Untuk itu, belajarlah melihat setiap ujian sebagai bentuk rasa rindunya Allah kepada kita agar kita kembali kepada Allah Swt. Oleh karena itu, sabar menjadi jawaban atas segala permasalahan.

Sebagaimana Allah Swt. berfirman “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah 2: 163).

Sabar itu tidak ada batasnya—karena pahala sabar pun tidak ada batasnya. Orang yang sabar maka Allah janjikan surga baginya.

“Selamat dan sejahtera untuk engkau yang sabar selama engkau hidup di muka bumi.” Maka seberat apa pun ujian kita, katakan dihati kita, kita akan belajar sabar dan tenang karena kita punya Allah Swt.

Ketiga, tanda hidup bahagia adalah bertobat setelah kita berbuat kesalahan atau berbuat dosa. Setiap kita punya salah; sebaik-baiknya orang yang pernah berbuat salah adalah orang yang segera kembali meminta ampun dan bertobat kepada Allah Swt.

Ada empat hal yang dapat membersikan empat hal lainya, yaitu tubuhmu dapat dibersihkan dengan puasamu; hartamu dapat dibersihkan dengan infak dan sedekahmu; setiap amal buruk dan dosamu dapat dibersihkan dengan bertaubat kepada Allah Swt; setiap kebaikan masa lalumu dapat dibersihkan dengan salatmu.

Mudah-mudahan kita bisa bertobat kepada Allah Swt. Dari setiap kesalahan yang pernah kita lakukan semoga diampuni oleh Allah Swt. agar kita mendapatkan kebahagian dalam hidup. Semoga Allah Swt. membimbing kita untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan kita. Amin.[Yori].

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...