Langsung ke konten utama

Postingan

Kata Baku dan Kata Tidak Baku

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Setiap saya membaca tulisan. Saya sering kali memperhatikan kosakata yang digunakan penulis. Kadang, saya sering kali menemukan penulisan kata tidak baku. Hal ini menandakan bahwa masih ada ketidakseragaman penggunaan kata dalam bahasa Indonesia. Untuk itu, amatilah contoh kata berikut ini: shalat, istighfar, shubuh, hadist, istiqamah, dhuzur, adzan, ramadhan, dzikir, wudhu, dan fiqih . Padahal, penulisan kata yang benar sesuai dengan standardisasi penulisan bahasa Indonesia ialah salat, istigfar, subuh, hadis, istikamah, zuhur, azan, ramadan, zikir, wudu, dan fikih .   Kata shalat , istigfar , shubuh , hadist , dhuhur , adzan , ramadhan , dzikir , wudhu dan fiqih di atas, merupakan contoh kata tidak baku. Dikutip dari laman K ompas.com, kata tidak baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapan atau penulisannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar bahasa. Dari pengertian ini dapat dijelaskan bahwa kata tidak baku tidak hanya salah dalam penulisan s...

mengubah atau merubah?

Ranah Pesisir, Jurnalismuda — Mengubah atau merubah? Penulisan kedua kata ini sering kali terjadi keliru. Apalagi kamu yang masih baru dalam menulis, pastinya sering kebingungan dalam menggunakan kedua kata ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan ulas mengenai kedua kata. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini! (1)  Budi   mengubah susunan kalimat itu. (2)  Jaka tidak merubah susunan kalimat itu . Contoh kalimat (1) dan kalimat (2) di atas, jelas predikat tersebut memiliki penulisan   kata yang berbeda. Jadi, menurutmu, penulisan yang benar adalah mengubah atau merubah ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), kata ubah dan rubah memiliki makna yang berbeda. Kata ubah merupakan kata kerja yang bermakna ‘tukar atau ganti’, sedangkan kata rubah adalah kata benda yang bermakna ‘binatang jenis anjing, bermoncong panjang, makanannya daging, ikan, dan sebagainya’. Secara morfologis, kata ubah memiliki kemampuan bergabung dengan beberapa afiks b...

Enam Pertimbangan Memilih Perempuan di Minangkabau

Gadih Minang [Foto: Jurnalismuda.blogspot.com] Padang, Jurnalismuda  – Sebagaimana Rasulullah Saw. dalam hadis (HR. Bukhari) telah menyebutkan bahwa ada empat faktor yang menjadi patokan seseorang dalam memilih jodoh, baik itu jodoh laki-laki maupun perempuan, yaitu dilihat dari harta, keturunan, ketampanan atau kecantikan, dan agamanya.  Dilansir dari Republika.co.id , ternyata keempat faktor ini bisa menjadi penunjang dalam berumah tangga seseorang agar tetap kuat dan berdiri kokoh dalam mengarungi kehidupan. Nah, hal itu tidak jauh berbeda dengan sistem yang diterapkan dalam adat Minangkabau. Dalam memilih perempuan di Minangkabau, adapun keriteria yang harus diperhatikan. Dt. Parpatiah Nan Sabatang, menyebutkan, bahwa ada 6 hal yang harus diperhatikan, yaitu rancak ruponyo (kecantikan/ketampanan), mulia bangsonyo (kemuliaan bangsanya), banyak haratonyo (banyak hartanya), tinggi sikolahnyo (pendidikannya), aluih budinyo (akhlak atau kebaikannya), dan taat agomo (taat...

Aliran Sungai Banda Kali Besar, Masyarakat Malah Memanfaatkan Kondisi Tersebut Menangkap Ikan

Rosiki menangkap ikan di sungai Banda Kali [Foto:Yori Leo Saputra]

Masjid Tuo Kayu Jao, Unik dan Bersejarah

Masjid Tuo Kayu Jao, Solok [Foto: Yori Leo Saputra] Solok, Jurnalismuda – Masjid Tuo Kayu Jao merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di Jorong Kayu Jao, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat.  Menurut Jodi (22), selaku warga setempat, mengatakan masjid Tuo Kayu Jao telah berdiri sejak ratusan abad yang lalu, tetapi tidak diketahui secara pasti  kapan berdirinya.  “Berdasarkan catatan sejarah bahwa ada yang mengatakan bangunan ini berdiri sejak tahun 1599. Ada juga yang mengatakan bangunan ini lebih tua daripada tahun tersebut. Namun, di sisi lain ada juga yang mengatakan bangunan ini berdiri sejak abad ke-16.” Ujarnya, Minggu (24/10/2021). Dalam pembangunan masjid ini, adapun tokoh masyarakat yang berperan penting pada saat itu, tidak lain itu Angku Masyhur dan Angku Labai. Mereka adalah bagian dari tiga unsur kepimpinan di Minangkabau, yaitu niniak mamak, alim ulama, dan cadiak pandai.  Bangunan m...

Masyarakat Bahasa, Verbal Repertoir, Faktor Sosio-Situasional, dan Variasi Bahasa

A. Masyarakat Bahasa Defenisi awal masyarakat bahasa ditemukan oleh Leonard Bloomfield (1933) yang menulis masyarakat bahasa sebagai “Sekelompok orang yang menggunakan sistem tanda-tanda ujaran yang sama adalah masyarakat bahasa”. Defenisi ini mencerminkan keyakinan bahwa masyarakat bahasa berarti monolingual berbeda dalam suatu bangsa, negara dan memiliki satu bahasa yang sama. Defenisi ini berfokus pada analisis dan deskripsi fitur linguitik, semantik dan percakapan yang diidentifikasikan oleh otoritas bahasa sebagai milik kelompok tertentu (Morgan, 2014). Defenisi masyarakat bahasa menurut para ahli, yaitu sebagai berikut: 1. Bolomfiel (dalam Aslinda dan Leni Syafyahya) mendefenisikan masyrakat bahasa adalah sekelompok manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang sama. 2. Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti sewaktu mereka berbicara (Corder dikutip Aslinda dan Syafyahya, 2007: 8). 3. Fishman (1976: 28) menyebut masyarakat tutur ad...

Hubungan Kebudayaan, Bahasa, dan Masyarakat

1. Hakikat Kebudayaan dan Bahasa Nababan (2010:163) mengelompokkan definisi kebudayaan atas empat golongan, yaitu (1) definisi yang melihat kebudayaan sebagai pengatur dan pengikat masyarakat; (2) definisi yang melihat kebudayaan sebagai hal-hal yang diperoleh manusia melalui belajar atau pendidikan (nurture); (3) definisi yang melihat kebudayaan sebagai kebiasaan dan perilaku manusia; dan (4) definisi yang melihat kebudayaan sebagai sistem komunikasi yang dipakai masyarakat untuk memperoleh kerja sama, kesatuan, dan kelangsungan hidup masyarakat manusia. Koentjaningrat (1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki manusia, dan tumbuh bersama dengan berkembangnya masyarakat manusia. Untuk memahami Koentjaningrat, menggunakan sesuatu yang disebut “kerangka kebudayaan”, yang memiliki dua aspek tolak yaitu (1) wujud kebudayaan, dan (2) isi kebudayaan. Yang disebut wujud kebudayaan itu berupa (a) wujud gagasan, (b) perilaku, (c) fisik dan benda. Sedangkan, isi kebudayaan terdiri da...